Reply 1988: Why does it feel different now?

Siapa yang belum nonton Reply 1988? Wah kalo belum nonton, you must watch it. Tapi aku yakin ini kecintaan semua orang sih. Yang belum nonton dan gak mau spoiler, aku gak bikin spoiler di sini, tipis-tipis aja. Cuman pingin share perubahan pandangan aku sama series ini selama 6 tahun sejak aku pertama kali nonton sama sekarang.

Aku bukan anak drakor, tapi Reply 1988 adalah series Korea yang paling pertama betul-betul aku suka. Aku nonton pertama kali tahun 2016. Selama nonton aku penuh ketawa ngakak dan air mata dan senyum-senyum bahagia. Reply 1988 adalah series yang sangat indah, masterpiece menurutku. Gak terhitung udah berapa kali aku nonton, dan tetap ngakak dan nangis-nangis, bisa dalam waktu bersamaan pula pas nangis ngakak 😀

Reply 1988 ceritanya sederhana, tapi detailnya luar biasa. Series ini menceritakan kehidupan 5 sekawan yang tetanggaan sejak kecil sampe mereka tumbuh dewasa. Mereka adalah Sung Deok Sun (cewek sendiri), Choi Taek, Ryu Dong Ryong, Sung Sun-Woo, dan Kim Jung-Hwan, dan settingnya tahun 1988. Kehidupannya indaaah sekali menurutku. Bukan cuma kehidupan mereka berlima, tapi keluarganya. Betul-betul kehidupan tetangga idaman semua orang. Kekeluargaannya next level. Series ini mengingatkan aku pada masa kecil meski di series ini mereka udah SMA di tahun itu. Ornamen-ornamennya, kebiasaan-kebiasaannya, tingkah laku orang-orangnya, ah hampir semuanya.

Apa yang sangat membuati series ini berkesan untuk aku?

  1. Sangat relate dengan kehidupan keluarga di tahun 90 an wkwkwk rasanya kek idup di dalam series itu, kek balik ke masa kecil
  2. Cara mereka berteman tu indah sekali. Perhatian (meski caranya rebel). Tapi betul-betul next level, sampe tiap hari mesti ngumpul berlima, sampe bobo mpet-mpetan di kamarnya Taek, berantem, tapi bersedia ngancingin baju temennya, ngikatin tali sepatu. Kalo ada kejadian keciiil aja, kayak misalnya pas natal adeknya Sun-Woo mau dikasi hadiah, beneran sekampung heboh sampe rapat mau ngasi hadiah apa. Hiks, so beautiful neighborhood.
  3. Hubungan anak orang tua yang bikin meweeek super relate. Apalagi antara Sung Bo-Ra dan ayahnya, aku sangat relate, menyesakkan dada. Antara cuek tapi sebetulnya gak cuek tapi terlalu malu dan kaku menunjukkannya. Series ini bikin kangen orang tua, parah. Bikin kangen teman-teman juga.

Aku sekarang lagi nonton lagi HAHAHA (I know some of my friend like, “not again, Sef”). Tapi ada yang aku notice. Kali ini feel aku jauh berbeda sama series ini soal hubungan anak dan orang tuanya.

Selama ini aku ngerasa relate sama hubungan orang tua-anak nya. Kayak orang tuanya kerja keras demi anak. Gak mau nunjukin kalo dia lelah. Kayak ibunya Sun-Woo, kerja sampe malam buta bersihin bak mandi orang sampe tangannya sakit tapi diumpetin, pura-pura sepele. Atau kayak bapaknya Jung-Hwan yang sempat ngambek sakit hati dicuekin anaknya (meski di hari-hari lain juga dicuekin, tapi ada satu hari yang dia ngambek). Waktu aku nonton ini dulu aku kira aku merasa teringat orang tua dan merasa sayang. Aku baru sadar, bukan rasa sayang yang terpancing saat aku nonton itu selama ini. Tapi rasa prihatin, merasa bersalah, dan sesak gak bisa ngungkapin apa yang dimau. Aku sadar, aku gak mau lagi terkoneksi dengan orang tua dengan rasa itu. Udah cukup. Aku mau improve hubungan sama orang tua.

Mau sampe kapan kita pertahankan hubungan yang terikat rasa prihatin dan bersalah? Merasa orang tua udah abis-abisan buat kita, dan kita teruuus merasa bersalah gak bisa membalas kebaikannya? Girl, you can not and will never give anything back equal to what your parents did, no matter how hard you try. Kita sama-sama tau itu, tapi terus terusan bilang “maaf aku belum bisa bahagiain ibu-bapak”. Why? Gak sehat hubungan kek gitu. Terus gimana? Ya terima aja memang begitu adanya. Memang kenyataannya begitu, mau merasa bersalah sampe sakit lambung akut pun gak akan bisa dibalas apa yang dilakukan orang tua. Kalo kamu terkunci dengan mindset ini, kamu gak akan bisa mengizinkan dirimu bahagia.

Jadi gimana? Lepaskan, terima kalo orang tua memang udah berkewajiban membesarkan kita dan memberi cinta lewat apapun yang dilakukannya. Cinta. Di sana kuncinya. Kita bisa memberi cinta yang besar ke orang tua. Memberi apapun yang ingin kita beri dengan sepenuh hati karena cinta dan ingin membahagiakannya tanpa ekspektasi mereka akan bahagia menerima apa yang kita beri. Karena kalo kita berharap mereka senang terus ternyata gak suka sama apa yang kita kasi, atau mereka complain, atau mereka bilang itu kurang, kita tentu sedih dan kecewa. Kasi aja apa yang pingin kita kasi, mau waktu, tenaga, hadiah, meringankan beban, terserah apapun yang kamu ringan memberikannya. Tapi pastikan landasannya adalah cinta, bukan rasa bersalah dan kasian. Kalo udah ada landasan cinta, kita bisa lebih mudah mengerti kenapa orang tua kita melakukan dan mengajarkan hal-hal yang selama ini kita terima dan pahami. Kalo udah mengerti biasanya kita bisa lebih ringan melakukan kebaikan untuk orang tua tanpa rasa bersalah atau justru marah yang mengikuti.

Soal gak mau nunjukin ke anaknya kalo dia lelah atau lagi sakit atau butuh dukungan. Aku jadi pusing saking tertamparnya. Itu yang selama ini kita serap. Di aku pribadi pengaruhnya adalah aku jadi gak punya kemampuan mengungkapkan apa yang aku mau yang berujung pada amarah. Diikuti rasa bersalah karena merasa gak bisa bantu apa-apa dan aku cuma nyusah-nyusahin: low self worth. Belum lagi gara-gara itu dulu aku takut kawin. Please, stop di generasi kita. Kalopun gak fully healed, kita harus berusaha mutus rantai generational trauma lewat self healing. Gakpapa kok kasitau anakmu kalo kamu capek, terlepas dia langsung terima apa enggak. Jujur tu sangat penting. Jangan sampe anak kita merasa hal yang sama lagi.

Aku pribadi sadar, apapun yang kulakukan untuk keluarga adalah memang kewajibanku, dan karena aku landasi dengan cinta, dalam hati aku sadar sampe kapanpun aku gak akan nuntut ke anak untuk berbuat baik karena mereka “berhutang” jasa sama aku, mau tersirat atau tersurat. Apapun yang kulakukan karena dia anakku dan aku sayang sama dia. Tapi bukan berarti boleh nutup-nutupin kalo kita lagi capek. Bilang kita lagi capek, tapi kasi keterangan kalo itu bukan karena berkorban untuk dia. Karena, if you betray yourself, you betray your family, you betray us all as a collective.

Aku gak nyangka jadi liat series kecintaan aku ini dengan cara yang sangat berbeda sekarang. Reply 1988 ini masih indah untukku, tapi aku udah gak bisa enjoy lagi sama hubungan anak-orang tuanya. Sekarang menurutku, penting untuk dipahami bahwa yang ditunjukkan di Reply 1988 adalah gambaran kenyataan, tapi jangan sampe kita amini lagi hubungan anak-orang tua yang kayak gitu.

 

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Shopping Cart