Emosi

soft light, tree trunks, after rain-1434527.jpg

Beberapa hari lalu aku kaget, ternyata masih ada aja orang yang beranggapan bahwa menangis adalah tanda hati yang rapuh. Saat aku mendengar itu langsung, aku gak ngerasa apa-apa cuman “ooh, masi ada ternyata yang begini-begini”. Tapi selang beberapa jam kata-kata itu terngiang di kepalaku, dan jadi mengganggu. Mengganggu karena pertama, kayaknya reaksi traumaku soal dorongan untuk over-explaining, kedua, terheran-heran kenapa masih ada pandangan kayak gitu.

Coba kita bahas dari emosi dulu. Kayak yang mungkin kita udah sering dengar, emosi adalah energy in motion, alias energi yang mesti bergerak. Emosi ini adalah energi yang singgah di tubuh kita yang membuat kita merasa sensasi dalam tubuh dan mempengaruhi perasaan. Artinya dia cuma tamu yang perlu diperhatikan, disadari kedatangannya, lalu sabar menunggu dia pergi tanpa diusir. Sifat emosi ini adalah cari perhatian dari si tuan rumah alias si yang punya badan. Kalo gak diperhatikan, dia gak pulang-pulang, netap di badan kita sampe kapanpun, sampe mungkin kita lupa dia masih ada di badan kita dan bisa cari perhatian lagi sewaktu-waktu dalam bentuk gak enak: bisa dalam bentuk reaksi meledak-ledak, atau naudzubillah kalo udah terlalu lama bermanifestasi dalam bentuk penyakit fisik.

Semua orang punya emosi, baik yang bisa timbul sebagai emotional wave (emosi yang out of no where bisa muncul di dalam dirinya, gak pandang laki-laki atau perempuan bisa aja mengalami ini, tergantung human design nya apa), atau karena stimulus dari luar (apakah karena respon trauma, merasakan emosi orang lain, atau relate sama suatu cerita atau kejadian hidup orang lain, film, lagu, buku, apapun, yang membuat kita teringat satu kejadian atau membayangkan itu terjadi di diri kita). Emosi ini bisa dimanfaatkan sebagai petunjuk sebenarnya apa yang ingin disampaikan bawah sadar kita. Apakah ada kejadian masa lalu yang membuat emosi ini muncul? Bagaimana kejadiannya? Mengapa bisa merasa seperti itu? Hal ini bisa dilakukan dengan menyadari kehadiran emosi ini.

Lalu, karena emosi ini adalah energi yang “mampir” dalam tubuh, dia mesti bergerak dengan cara disalurkan, dilepaskan. Reaksi orang dengan berbagai macam emosi beda-beda, bisa nangis, marah-marah, teriak, lempar barang, menghembuskan napas panjang, macam-macam. Nah, dari contoh reaksi orang kalau sedang emosi yang disebut itu, kira-kira yang sehat yang mana? Selain mengatur napas saat emosi (agar kembali sadar dan memilih reaksi yang tepat), menangis adalah cara sehat untuk merilis emosi. Dengan menangis, segala sesak di dada keluar, sehingga gak ada lagi energi mampet dalam tubuh.

Tapi sayangnya, di masyarakat kita udah kadung terbentuk kalau menangis itu tanda kelemahan. Tiap liat orang nangis sekitarnya panik dan buru-buru nyuruh diam “udah jangan nangis, gak boleh nangis”. bukan cuma ke anak-anak, peratiin cara kita memperlakukan orang nangis. Buru-buru langsung puk-puk diemin. Udah kadung terbentuk di masyarakat kita, bergenerasi-generasi, menangis adalah hal memalukan yang harus dilakukan diam-diam. “Tidak boleh menangis di depan anak karena anak harus melihat orang tuanya kuat. Tidak boleh menangis saat kesulitan karena tandanya gak bersyukur”. Mau denial segimanapun, emosi tetap ada di sana. Semakin kamu tekan, dia menekan balik. Hukum aksi-reaksi. Kalau ditekan dan di pendam, tinggal tunggu waktu kapan dia meledak. Meskipun mungkin ada orang-orang yang sanggup nekan emosi dan gak keliatan dari luar, percayalah pasti ada bagian lain dari dirinya yang sakit, entah mentalnya atau fisiknya, kalaupun gak sekarang nanti.

Lalu, kalau ceritanya seperti ini, apakah masih bisa dibilang orang yang jarang nangis tu kuat? Justru orang-orang yang menekan emosi inilah yang terlalu takut menghadapi emosinya. Orang-orang yang menangis adalah mereka yang berani merasakan emosinya dan rela melepas emosi ini pergi, sedangkan yang terlalu malu untuk menangis ibarat kedatangan tamu, tamunya dicuekin dan akhirnya bingung mau ngapain di tempat tuan rumahnya, mau pulang gak dipersilakan, mau diem di situ juga gak nyaman, jadi minta perhatian terus.

Menangis bukan tanda kelemahan. Menangis hanya bentuk reaksi tubuh untuk merilis energi dari dalam tubuh. Menahan tangis adalah pengabaian emosi yang sebenarnya bentuk kerapuhan seseorang karena terlalu takut merasakan emosi tidak nyaman yang singgah di dirinya. Ingat, emosi hanya ingin dilihat, diamati, diakui, dan dirasakan. Lepaskan keinginan untuk buru-buru menyuruhnya pergi, karena dia cuma tamu yang pasti akan pergi. Sadari dia bukan dirimu, gunakan kesadaranmu untuk mengambil reaksi yang bukan disetir oleh emosi. Maka, ambil waktu sendirian saat emosi hadir, temani dia sampai ia siap pergi. Jangan biarkan reaksi diri disetir emosi yang hanya singgah sementara.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Shopping Cart