Kenapa?

lake, mother earth, reflection-342422.jpg

Banyak yang bertanya kenapa aku sampai di keputusan ini: istirahat panjang untuk kemudian nanti memutuskan akankah lanjut atau berhenti. Entah kenapa setiap kali ditanya langsung aku kehilangan kata-kata. Mungkin karena alasannya terlalu berlapis. Mungkin juga karena emang alasan-alasanku gak bisa diterima siapapun selain aku. Selain itu juga karena masih ada bagian dari diri yang merasa alasanku gak akan diterima karena terlalu klise. Aku juga masih sering merasa takut dianggap lemah dengan memutuskan berhenti karena alasan-alasan ini. Menerima tanggapan dan pertanyaan terhadap apa yang aku putuskan masih merupakan hal yang sangat berat untuk aku. Aku masih tercekat tiap kali orang tanya kenapa. Tapi aku coba sampaikan di sini alasan mendasarnya.

  1. Hidupku berevolusi, begitu juga keputusan-keputusan yang mengikutinya

Setiap fase kehidupan punya susunan kebutuhannya masing-masing. Misalnya fase aku baru masuk kuliah. Berarti aku perlu nyari kosan, belajar mandiri, mengelola jajan bulanan, semua pikiran dan tenaga tercurah untuk belajar, bikin tugas, dsb. Setelah lulus, karena merasa pingin punya pengalaman kerja dan udah di ujung tanduk isi rekening mendekati nol rupiah, kesempatan apapun yang di depan mata aku ambil, apalagi pilihanku waktu itu gak banyak. Aku bereksplorasi di sisa-sisa masa bujangan untuk bekerja dan sempat di momen stress kalo kerjaan gak banyak. Tapi kehidupanku berubah. Aku punya suami, punya anak. Kehidupanku di reset seiring kelahiran anakku. Semua pengalaman dari kecil sampe dewasa kupertanyakan karena banyak bagian diriku yang mulai mempertanyakan “apakah ini masih benar untuk saat ini?” Aku mulai perjalanan self healing, satu per satu luka lama yang belum sembuh kembali kambuh, muncul ke permukaan untuk disembuhkan. Menyakitkan. Meski sebenarnya ada pilihan untuk gak perlu menjalani proses healing ini dan kehidupan tetap bisa berjalan lurus-lurus aja. Tapi aku tau, semua penderitaan ini muncul karena aku harus mengalaminya untuk pertumbuhan. Untuk memilah mana yang perlu dijalani, mana yang perlu ditinggalkan. Di titik ini, keputusan yang paling cocok adalah mundur dan berhenti untuk menyembuh sepenuhnya. Yang kuyakini saat ini, seiring proses menyembuh, keberlimpahan akan datang dalam waktu yang sama.

  1. Hidupku berevolusi, begitu pula keadaan yang perlu dibangun untuk mengikutinya

Dulu aku memang bercita-cita pingin menjalani kehidupan lurus-lurus aja, gak perlu banyak mikir. Aku gak terbiasa mikir sejak kecil. Dulu kepinginnya, yaudah kuliah ngambil D3 kedinasan aja, biar begitu lulus aku bisa langsung kerja dan digaji. Kerja juga gakmau mikir, maunya ngerjain yang disuruh aja. Itu dulu. Dulu mikirnya gitu. Dan semua itu aku dapat pada akhirnya di pertengahan 20 an: aku kerja di bawah orang lain dan ngerjain apa yang di suruh aja. Lalu masuklah periode Saturn return, yang dalam bahasa manusia yang gak familiar sama spiritualitas adalah quarter life crisis. Di sana semuanya naik ke permukaan. Semua hal jadi terasa berat. Awalnya gak penasaran kenapa, tapi seakan kepalaku dibentur-bentur sampe sadar ada yang salah. Ternyata, apa yang kuharapkan dulu gak selamanya cocok. Fase hidupku berganti, begitu juga kebutuhannya. Saat ini, khususnya setelah punya anak, aku gak bisa ngikat kakiku dalam keadaan ini terus. Aku pingin ngikutin alur hidup, bukan justru sebaliknya maksain alur hidup yang udah waktunya berubah untuk tetap di alur sebelumnya. Maksain hal itu seakan narik gerobak yang lagi naik di tanjakan tapi dari depan. Jadi, aku pingin hidup sesuai alur, ngikutin arus dan menciptakan keadaan yang cocok sama arus di saat itu.

  1. Aku percaya pekerjaan dan cita-cita bisa menunggu, tapi masa kecil anak gak bisa.

Masa kecil anak cuma terjadi sekali dan kurang dari 10 tahun sebelum dia mandiri. Aku percaya pekerjaan apapun yang sesuai pasti ada yang bisa mengikuti tiap fase kehidupan aku. Pekerjaan ini gak melulu harus dikaitkan sama uang, tapi sesuatu yang bisa dilakukan dengan mencurahkan hati, pikiran, dan tenaga dengan suka cita, yang pasti ada hasilnya. Aku juga percaya, dengan melakukan ini, banyak hal yang akan di unlock seiring perjalanannya yang akan mengantar ke hal-hal baik. Dan you know what? Uang adalah hal terakhir yang aku khawatirkan. Aku merasa berlimpah, masih bisa bersenang-senang, masih bisa melakukan banyak hal yang membuat aku bahagia, meski kelihatannya aku nyusah-nyusahin diri.

  1. Aku pingin coba banyak hal baru berdua sama anakku

Banyak pengalaman yang aku skip dari kecil sampe sekarang. Sekarang, aku gakmau lagi skip apapun yang terlintas selama feasible dan terasa benar saat ini. Aku pingin ngajarin anakku untuk gak takut nyoba apapun dengan cara “mengotori tangan” dan gak banyak takut. This healing journey is amazing. Ketakutan-ketakutanku selama ini dobel intensitasnya sekaligus banyak yang menguap. Salah satunya berani ngajak anakku berpetualang yang di luar ekspektasi. Aku pingin dia ada menyertai perjalananku dan itu jadi bagian pendidikannya.

  1. First and foremost, this feels so damn right

yang pertama tapi kutaro di akhir hehe. Jangan tanya kenapa lagi, karena gak akan ada yang bisa ngerti kecuali Allah dan aku. Satu-satunya cara untuk mengerti keputusan dan perjalanan aku adalah: jika ini terasa benar maka insyaAllah benar untuk kamu. Aku punya keyakinan besar dalam hati bahwa ini jalan yang benar. Keraguan datang seringnya bukan dari diri aku, tapi dari trigger yang muncul dari pertanyaan-pertanyaan yang terselip dalam percakapan. Aku tau, siapapun yang nanya niatnya simply ya karena mau nanya aja. Tapi memang masi ada bagian dari diri aku yang kalo udah triggered ya lumayan rasanya: mulai dari frustrasi gak punya kata-kata tepat untuk menjelaskan, sampe kalo lagi parah jadi balik mempertanyakan apa iya ini keputusan yang tepat untuk saat ini. Padahal kalo gak ketemu siapa-siapa aku kek bisa conquer the world rasanya, karena betul-betul tune in sama diri sendiri.

Aku tulis ini bukan karena merasa perlu menjelaskan ke siapa-siapa, tapi sebagai media bantu untuk aku melihat lebih jelas isi kepala dan hatiku apa perkara keputusan ini. Jadi catatan aku juga kalo ada yang nanya langsung bisa aku jadiin contekan. Bahkan seisi blog ini adalah untuk diriku sendiri, yang aku percaya ada manfaatnya untuk orang-orang yang terpanggil untuk membaca.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Shopping Cart