Aku kepikiran pingin berbagi keseharianku yang udah jelas membosankan kalau diliat dari luar sejak aku memutuskan untuk berhenti bekerja (sebenarnya lebih tepatnya cuti total). Kenapa pingin berbagi? Karena aku selalu terdiam saat ditanya langsung sehari-hari ngapain aja, karena gaktau mau mulai dari mana. Satu sisi aku kayak gak punya tenaga untuk menjelaskan karena langsung suudzon pasti gak akan dimengerti. Di sisi lain masih merasa gemes pingin juga sesekali jelasin gitu wkkk. Mungkin pake tulisan lebih gampang buatku.
Mungkin sebelum ngasitau aku sehari-hari ngapain aja, aku pingin berbagi alasanku apa sampe memutuskan berhenti jadi orang kantoran.
Sedari awal, aku kayak orang pada umumnya yang males mikir dan maunya hidup polanya kayak garis lurus aja, di guide pake penggaris. Sekolah, kuliah, kerja kantor, pensiun. Bahkan dari SMP aku maunya gitu aja krn merasa gak ada kreativitas apapun, jadi kepinginnya masuk sekolah kedinasan ajalah biar pasti gitu hidupnya. Meski ternyata jalannya aku kuliah science di universitas negeri, pada akhirnya cita-cita jaman dulu yang niatnya kurang mulia itu tercapai: jadi pegawai kantoran, tepatnya PNS. Apakah aku happy? Rupanya enggak. Aku merasa panggilan hidupku bukan di sana. Aku merasa gak berdaya karena cuma mampu mengerjakan apa-apa yang disuruh. Kreativitasku nol. Tapi aku gak mau jadi manusia gak kreatif karena fitrahnya manusia semuanya kreatif. Yang gak kreatif, yang cuma suka ngulang-ngulang pola dan malah nyisipin dark energi kayak misuh-misuh karena gak suka disuruh-suruh, benci sama pekerjaannya, bikin diri numb dengan tutup mata dan telinga sama kata hati yang sebenarnya gak suka tapi yaudahlah selama bisa dikerjain yang penting menghasilkan uang, itu bukanlah energi yang berasal dari diri sejati yang selaras dengan fitrah yang terhubung langsung dengan Yang Maha Suci. Itu asalnya dari sisi gelap diri dan entitas lain yang gak sadar mengontrol diri sampe numb segitunya dan cuma peduli materi.
Aku gak bisa trhive kayak kawan-kawan lain, yang bersemangat, yang kreativitasnya mengalir. Aku ikut bersyukur sama kawan-kawan yang emang dapat nyawa dan merasa hidup di pekerjaannya sekarang. Aku menikmati kreativitas kawan-kawan kantor karena di antara mereka it feels really good. Di awal aku ketipu karena mikirnya, ah enak ada di antara orang-orang yang kreatif dan bersemangat di bidangnya, suatu hari aku juga pasti bisa. Padahal, aku mengabaikan tanda bahwa kreativitasku gak bisa mengalir di sana. Semakin kusadari, aku semakin tersiksa ada di keadaan memaksa diri melakukan hal yang aku gak bisa dan “asal ada kerja kerjain aja”. Setiap kali aku kerja, sepenuh kebencianku kutaro di kerjaan itu. Aku jadi racun dan gak mau berdampak lebih parah untuk diri yang pasti akan berdampak juga ke sekitar meskipun sekeliling gak aware sama energi negatifku. Jadi kuputuskan untuk ngambil Cuti di Luar Tanggungan Negara, alias cuti total, gak bekerja, gak digaji, gak dihitung masa kerja, selama 3 tahun. Jadi teman-teman jangan khawatir ya kalo liat aku gak kerja padahal PNS, insyaAllah gak aku makan duit negara sepeserpun. Aku gak makan gaji buta hehe. Lalu teman-teman sering nanya “setelah itu gimana?” ya gaktau, aku gak tau nanti bakalan balik apa enggak. Liat nanti.
Momen ini bisa aku klaim bertepatan dengan suamiku yang sedang lanjut sekolah di kota lain, jadi bisa kupake alasan yang ada di urutan pertama mengambil cuti ini di peraturannya: ikut suami sekolah. Jadi kalo dipandang aku bela-belain berhenti bekerja karena ikut suami sekolah, salah total. Aku melakukan ini semua demi diriku. Jadi menjelaskan ya kenapa aku gak pindah aja ke kantor yang ada di kota tempat suami sekolah. Karena kalo pindah ya sama aja aku kerja, sedangkan alasanku ambil cuti justru karena gak mau jadi racun untuk diri sendiri dan dalam pekerjaan, gak mau “asal ada kerja” meskipun katanya kerjaannya gak berat, tapi aku ngerjain setengah hati tu aku udah gak bisa lagi.
Nah, apa rencanaku sebenarnya ngambil cuti total ini? Adalah untuk menjalani hidup sesuai blue print ku, yang intinya adalah ikuti alur kehidupan dan jadikan kehidupan taman bermain dengan tuntunan Allah. Tapi sebelum ke sana, karena sebagai manusia yang udah banyak ditempa kerasnya hidup, udah banyak racun yang menempel di diri. Kepercayaan yang keliru, trauma, sisi gelap, ilusi, dll terlalu tebal. Aku pingin mengikis ini semua lapis per lapis dan ini bukan sesuatu yang bisa dipaksa kapan selesainya. Tapi intinya aku mau betul-betul ada di jalan lurus dengan tuntunan Allah dan mampu “mendengar” tuntunan itu dengan jernih dan jelas, makanya aku harus bersih-bersih. Dan percayalah, ini bukan perjalanan yang bukan aku aja yang perlu menjalankannya tapi semua manusia, jadi jangan melihat aku kayak kasian gitu, karena dimataku malah sebaliknya: aku merasa berdaya. Hanya timing tiap orang beda-beda, dan karena waktu adalah ilusi, jadi mau duluan atau belakangan gak ada yang lebih baik atau lebih jelek. At some point semua orang pasti ada panggilan untuk ini.
Jadi, sehari-hari aku ngapain aja?
Kalo rutinitas ya standar ibu-ibu yang punya anak kecil lah. Bangun, beres-beres rumah, bersih-bersih anak, siapin sarapan. Abistu anaknya main, paling cuma sanggup kudampingi 5 menit. Aku gak sanggup duduk bengong nontonin anak main lama-lama. Bosan. Di antara waktu itu sampe siang anak mau tidur, kegiatanku mengalir aja. Kadang jurnal, kadang ngeblog, kadang bersih-bersih ekstra kayak nyuci ngepel sambil dengar podcast pake headset. Nah dengar podcast ini yang sehari aku bisa 3 jaman. Kadang aku latihan perbaiki handwriting, kadang coba-coba belajar gitar karena ada gitar nganggur di rumah punya suami. Siang 2-3 kali seminggu aku masak. Kalo pas gak ngapa-ngapain dan anak lagi tidur aku nonton. Sore 2-3 kali seminggu aku olahraga. Malam abis magrib mandiin anak, telponan, ketawa-ketawa sama anak terus tidur. Kalo aku gak ketiduran, aku nonton haha. Kayak padat, padahal ini masi banyak lowongnya. Aku masi banyak main HP. Jadi keliatan ya kalo aku gak fokus ngurus anak karena aku masih fokus ke diriku sendiri. Pun, anakku udah lumayan gede lah 3 tahunan, udah bisa main sendiri. 30 menit sehari yang ful perhatian ke anak tu cukup loh, jangan over expected sama diri sendiri untuk bisa seharian ngawanin anak karena itu tidak mungkin.
Kalo yang kegiatan lebih ada kayak “kerja” nya, ini juga ngikutin flow aja, apa yang terasa butuh ajaibnya sering tersaji tiba-tiba depan mata dan disambut aja. Ini aku ngikutin strategy Human Design ku: to respond. Respon apapun yang dibawa kehidupan ke depan mataku. Untuk yang agak rutin, tiap minggu aku suka ikut kelas meditasi bersama online. Lalu sejak Januari pun sebenarnya aku lagi ikut program Coaching Home Schooling. Namanya Home Schooling, tapi inti dari coaching ini sebenarnya adalah parenting yang mendasar aka betulin diri orang tuanya dulu (terlepas nanti akhirnya aku home schooling anakku atau enggak, ilmu parentingnya kubawa). Jadi setiap minggu aku ada aja kelasnya dari program ini, sampe akhir tahun nanti.
Lalu, di awal aku cuti saat udah lumayan ada tenaga setelah kecapean ngurusin pindahan, aku tuntasin online course love and relationship selama 2 mingguan. Terus bulan depannya ambil sesi energy healing, lumayan peer inner child, mother, and father wound healing nya. Berdarah-berdarahnya lumayan, menguras banyak energi selama 2 mingguan, karena purging luar dalam. Terus Juli sampe Oktober nanti aku lagi ada kelas Belajar Zero Waste, ada kuliahnya tiap Senin malam dan ada tugasnya satu setiap minggu dikumpul Sabtu. Lalu Agustus ini aku lagi ngambil satu kelas rahasia, juga sampe Oktober. Dan Agustus ini juga aku lagi mau coba satu pengalaman baru yang udah lama kunanti-nanti. Apakah semuanya kurencanakan detail saat sebelum ambil cuti? Tentu saja tidak. Bahkan aku gak nyangka kesempatan-kesempatan ini datang di waktu yang terbilang sangat cepat. Tapi niatku sedari awal memang aku lepas apa yang gak terasa selaras lagi untuk membuka kesempatan baru yang lebih selaras hadir di hidupku untuk kusambut. Kulepaskan timingnya, kulepaskan apapun bentuknya, pokoknya I am here, I am ready.
Terlihat dari luar yang kulakukan membosankan, tapi aku gak pernah seumur hidup merasa seproduktif ini. Ternyata “bermain” adalah produktivitas untukku. Entah kemana ini semua membawaku, tapi aku tau aku ada di jalan yang benar, dan semoga pandanganku selalu jelas, telingaku selalu tajam untuk tau mana yang perlu disambut, mana yang perlu dilepas. Mungkin kelihatan aku gak ngapa-ngapain karena aku sedang gak menghasilkan uang, tapi tujuanku sekarang bukan itu. Paradoksnya, di saat aku dan suami saat ini gak perpenghasilan, justru aku gak bisa bohong aku merasa sangat berkelimpahan. Tentu manusia masih perlu uang, tapi pendekatan ke sananya aku bukan lagi dengan “nyari kerja” atau langsung mutar otak “mau jualan/bisnis apa yaa”. Tapi aku mau perjalanan ini dimulai dengan “bersih-bersih” dulu. Memang gak akan selesai sampe mati, tapi pasti ada titik-titik tertentu yang saat di titik itu udah selesai bersih-bersihnya cukup untuk menyambut sesuatu yang lebih selaras, lalu hidup pasti ada aja nanti tanda untuk bersih-bersih selanjutnya untuk menyambut hal lain, dst dst. Aku pingin terus ada di jalan yang lurus, melepas apa, bagaimana, kapan, dan dimananya.
Yang aku sampaikan mungkin gak relate, gakpapa. Artinya kita gak berada di frekuensi yang sama saat ini. Bukan untuk melabeli mana yang baik mana yang buruk. Cuma mungkin gak cocok aja, dan gakpapaaa. Semua menjalani peran masing-masing di kehidupan ini. Yang selaras sama teman-teman saat ini juga mungkin aku gak relate. Tapi mungkin untuk kita renungi bersama: apakah kamu bahagia saat ini? Apakah kamu menjalankan sesuatu yang terasa benar dan membuat jiwamu bernyanyi terlepas dari mudah dan sulitnya, atau kamu menjalani hal yang terasa harus dilakukan oleh siapapun yang ada diluar dirimu? Jika kata “harus” itu asalnya ada di kepalamu, apakah itu datangnya benar dari dirimu, atau siapapun yang diluar dirimu? Apakah terasa selaras, atau diselaras-selaraskan?